KUALITAS HIDUP ANAK CERMIN KUALITAS BANGSA DI MASA DEPAN
09.29 Posted In 1.6. Pendidikan Anak Usia Dini Edit ThisKualiatas Hidup Anak Cermin Kualitas Bangsa Di Masa Depan |
Lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa emas kehidupan individu (The Golden Years). Menurut Tolstoy: “From the child of five to myself is but a step. But from the new born baby to the child of five is an appaling distance” (dari masa kanak-kanak sampai dewasa hanyalah selangkah, tetapi dari bayi lahir sampai usia lima tahun pertama merupakan jarak yang sangat jauh). Jadi, jangan abaikan lima tahun pertama kehidupan anak! Pada masa-masa The Golden Years tumbuh kembang anak berlangsung begitu pesat. Panjang bayi yang saat lahir sekitar 48 – 51 cm dengan berat 3 kg tumbuh menjadi rata-rata 110 – 112 cm dengan berat badan sekitar 18 – 20 kg saat usia lima tahun. Hal ini tidaklah mudah mengingat kondisi lingkungan sering berubah-ubah, sementara sistem pertahanan (imun) masih berkembang. Kemampuan kognitif, imajinasi, dan komunikasi juga berkembang. Begitu pun dengan perkembangan gerak motorik kasar dan motorik halusnya. Ketika anak berusia 1 tahun keatas, anak memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku orang dewasa yang dilihatnya. Untuk itu, ajarkan perilaku-perilaku yang baik, seperti menggosok gigi, mencuci tangan, membaca buku, dan lain-lain. Pendidikan religius untuk membentuk akhlaknya dapat diberikan sedini mungkin. Kebiasaan beribadah, berdoa, membaca kitab adalah bentuk-bentuk pendidikan religi yang akan membekas dalam benak anak. Pada masa-masa emas anak, kemampuan anak menyimpan memori lebih kuat dibandingkan pada usia dewasa. Hal ini karena terjadi perkembangan mental yang cukup signifikan. Dalam perkembangan ini terjadi sebuah proses mental, yakni proses pengolahan informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, inteligensia, berpikir, belajar, pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Dalam pengertian yang lebih luas, proses mental tersebut menjangkau pula kreativitas, imajinasi, dan ingatan (Kent 1985 dirujuk Satoto,1990). Untuk itu, penanaman nilai-nilai religi dan moral perlu diberikan sedini mungkin untuk membentuk kecerdasan mental anak di kemudian hari. Anak mulai mengembangkan konsep diri ketika berusia 3 tahun. Pada usia tersebut, dasar-dasar kepribadian anak mulai diletakkan, yang membawa dampak jangka panjang dalam kehidupannya kelak. Peran orang tua disini adalah menciptakan lingkungan yang aman (secure attachment) sehingga memungkinkan anak mengembangkan konsep diri yang mempercayai orang-orang di sekitarnya. Begitu pentingnya perkembangan mental anak pada masa-masa emas, pemerintah melalui Departemen Pendidikan mencanangkan sebuah pendidikan yang diperuntukkan bagi anak-anak usia dini yang dikenal dengan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Dalam UU No.20 tahun 2003 dinyatakan bahwa anak usia dini adalah sejak lahir sampai dengan umur 6 tahun. Penyelenggaraannya dapat melalui jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), non formal berbentuk Kelompok Bermain (Play Group), Tempat Penitipan Anak (TPA), dan informal berbentuk pendidikan keluarga. Tujuan daripada PAUD adalah terciptanya perkembangan anak yang sehat dan optimal serta memiliki kesiapan dan berbagai perangkat keterampilan hidup yang diperlukan untuk proses perkembangan dan pendidikan anak selanjutnya. Jika tujuan ini berhasil, diharapkan muncul manusia-manusia Indonesia yang berkualitas, cerdas, dan bermoral. Karena itu, peran dan kehadiran orang tua sangat dibutuhkan pada masa-masa awal tumbuh kembang anak, mengingat sebagian besar waktu anak dihabiskan di lingkungan rumah. Rumah merupakan sekolah pertama bagi anak. Tumbuh kembang anak tidak mengenal waktu, senantiasa membutuhkan stimulus, respon, dan arahan setiap waktu. Stimulus atau respon tepat yang diberikan pada masa-masa puncak perkembagan memungkinkan anak mencapai prestasi perkembangan yang optimal. Jadi, semakin banyak stimulus yang diberikan orang tua kepada anaknya, semakin banyak pula bekal yang diberikan untuk mengembangkan aspek kecerdasan emosionalnya. Permainan Edukatif Salah satu stimulus yang dapat diberikan kepada anak adalah dengan bermain. Bermain merupakan sarana belajar yang paling efektif untuk menumbuhkan pola pikir kritis dan kreatif pada anak. Oleh karena, itu perlu dikembangkan konsep “bermain sambil belajar”. Tugas orang tua adalah menyediakan jenis permainan yang sesuai dengan usia anak. Agar perkembangan anak optimal, diperlukan suatu alat permainan edukatif (APE). Saat ini sudah tersedia berbagai APE yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran, dari yang standar, seperti lilin, kertas warna, puzzle, dan balok kontruksi yang dapat melatih keterampilan motorik halus, meningkatkan imajinasi, dan kreatifitas, sampai dengan yang canggih, yakni game-gamedalam komputer yang menuntut keterampilan motorik, kecepatan, kecermatan, dan ketepatan tinggi. Di bawah ini diuraikan beberapa APE beserta manfaatnya:
Hindari sesering mungkin berkata “jangan” kepada anak ketika mereka sedang bereksplorasi karena dapat membunuh kreatifitas anak. Saat anak suka mencoret-coret dinding, sediakan area dinding yang boleh dicoret-coret. Sesekali biarkan mereka bereksplorasi dengan air, merasakan bagaimana perbedaan gerakan tangan ketika di udara dengan di air, bagaimana daya yang diperlukan untuk memukul air dan lain sebagainya. Bermain adalah sarana belajar anak. Selama tidak ada benda-benda tajam disekitar mereka yang dapat melukai, biarkan mereka bereksplorasi dan bereksperimen dengan mainan mereka. Pemberian Pujian Pujian merupakan bentuk dari penghargaan. Setiap orang suka dipuji, begitupun anak-anak. Pujian bagi anak-anak adalah sebuah pengakuan bahwa perilakunya sesuai dengan yang diharapkan. Penghargaan dan pujian yang diberikan dapat memotivasi anak untuk mempertahankan atau meningkatkan perilakunay. Menurut Euis Sunarti (2004), dalam Mengasuh dengan Hati, pujian mendorong anak untuk bertindak yang pada akhirnya diwujudkan dalam perilaku termotivasi. Perilaku termotivasi membuat segala urusan menjadi lebih mudah dan ringan, serta lebih focus terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dampak diberikannya pujian terhadap perkembangan kepribadian anak adalah menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, sehingga anak terdorong untuk berprestasi. Hal ini karena pujian dapat memberikan energi dan kegembiran dalam melakukan aktivitas. Orang tua sebaiknya menciptakan aktivitas-aktivitas yang memberi peluang kepada anak untuk memperoleh pujian atau penghargaan. Hal ini akan memacu anak untuk lebih berprestasi. Mengingat pentingnya pujian, orang tua hendaknya lebih sering memuji anak. Sekecil apapun kelebihan anak , berikanlah penghargaan yang sepadan. Jadi, jangan biarkan anak tumbuh dengan miskin pujian. Kebiasaan Mendongeng Kebiasaan membacakan dongeng sudah jarang kita temui dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan kesibukan kedua orang tua dalam bekerja. Hakikatnya, kegiatan mendongeng memberikan banyak manfaat bagi perkembangan anak. Membacakan dongeng dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan anak, memperbanyak kosakata, mengajarkan kemampuan analisis, cara berpikir logis, dan runtut. Orang tua juga dapat mentransfer nilai-nilai moral, etika, dan kehalusan budi pekerti secara langsung kepada anak melalui isi cerita. Untuk itu, orang tua harus selektif dalam memilih bahan cerita yang bermutu. Kegiatan mendongeng juga merupakan sarana berinteraksi antara orang tua dan anak sehingga tanpa disadari akan terbentuk bonding (hubungan batin) yang kuat antara keduanya. Pembentukan Karakter Anak Seseorang dikatakan berkarakter jika ia mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam setiap tindakannya. Pendidikan karakter hendaknya diberikan sejak dini karena karakter dan perilaku anak merupakan cermin karakter dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, orang dewasa memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan etika. Menurut Lickona (1992) dalam bukunya Character Education, pendidikan karakter harus memiliki metode, teknik, dan materi yang membuat siswa memiliki keinginan untuk berbuat baik (desiring the good) yang diawali oleh pengetahuan terhadap nilai kebaikan (knowing the good) , sehingga mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik (loving the good) untuk akhirnya mau melaksanakan perbuatan baik (acting the good). Adapun tujuan daripada pendidikan karakter adalah membentuk individu yang memiliki integritas diri yang dicerminkan melalui perilaku jujur, bertanggung jawab, amanah, adil, berdisiplin diri, hormat, dan santun terhadap orang tua, serta sayang kepada yang lebih muda. Pendidikan karakter dapat diberikan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Semakin dini orang tua mengikutsertakan anak ke dalam institusi sosial (TK, Play Group, TPA), semakin dini pula kesadaran orang tua terhadap tingkat pencapaian perkembangan dan pembentukan karakter anak. Di sekolah, guru memberikan berbagai program pengembangan potensi anak, memperhatikan perilaku anak saat bersama anak lain dan orang dewasa, menentukan apa yang dipelajari anak sekaligus memantau kemajuannya. Guru dapat memberikan semacam pekerjaan rumah (PR) untuk melatih anak bertanggung jawab. Selain itu, pemilihan kata-kata yang diucapkan oleh orang tua atau orang dewasa merupakan salah satu bentuk pendidikan karakter. Karakter baik tercermin melalui tutur kata yang menunjukkan keluhuran budi, kehalusan rasa, dan kerendahan hati. Penggunaan kata-kata, seperti maaf, terima kasih, tolong, dan selamat adalah sebagian kata-kata yang menunjukkan pribadi yang berkarakter. Kata-kata yang terucap mampu membentuk keyakinan dan pola pikir. Oleh karena itu, orang tua hendaknya bijaksana dalam memilih kata-kata. Kata-kata yang baik akan menggembirakan anak. Sebaliknya kata-kata kasar akan menyakitinya. Memilih kata-kata yang mendorong semangat untuk menggapai prestasi atau kata-kata yang merendahkan, mengecilkan hati, dan melemahkan semangat anak. Jadi, biasakan berkata santun kepada anak. Kedudukan anak yang nantinya menjadi pemimpin yang menentukan maju mundurnya suatu bangsa, sepatutunya menempatkan kepentingan pembangunan kualitas hidup anak sebagai prioritas utama. Menempatkan anak sebagai prioritas utama adalah merupakan tugas keluarga, tugas masyarakat, dan tugas bangsa. |