PELACURAN BERSERAGAM SEKOLAH

09.33 Posted In Edit This
PELACURAN BERSERAGAM SEKOLAH 


Ditengah hiruk-pikuknya masalah pendidikan di negeri ini karena disibukkan dengan penerimaam siswa baru ataupun mahasiswa baru, tidak menjadikan masalah yang satu ini hilang begitu saja. Diakui atau tidak, pelacuran berseragam sekolah tetap ada. Hasil investigasi sebuah stasiun TV swasta di negeri ini tentang pelacuran di balik seragam sekolah membuat prihatin banyak pihak. Betapa tidak, jumlahnya ternyata cukup banyak dan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan kita. Harus diakui keberadaannya susah-gampang-gampang untuk dibuktikan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mereka benar adanya. Tidak heran mereka sudah mempunyai predikat sendiri, semisal ayam sekolah ataupun ayam kampus. 

Penulis tertarik untuk menulis ini karena mereka termasuk orang-orang kreatif yang mampu memanfaatkan potensi diri walaupun dengan jalan yang tidak baik. Mereka pandai memanfaatkan seragam sekolah sebagai media mencari keuntungan dan kenikmatan sendiri. Seragam sekolah dijadikan daya tarik untuk mencari pelanggan dan sekaligus dijadikan pelindung bagi kegiatan maksiatnya. 

Remaja dan Pencarian Diri 

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Peralihan ini meliputi semua perkembangan yang dialaminya sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Dalam proses memasuki masa dewasa, remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Remaja dianggap sudah tidak seperti anak-anak lagi, untuk itu ia dianggap mampu untuk menjadi dewasa.ia pun harus siap berhadapan dengan berbagai masalah. 

Bambang Y Mulyono, menyebutkan bahwa dalam masa remaja seseorang juga mengalami perkembangan seksualitas. Oleh karena itu, mulai timbul dorongan-dorongan seksual yang kadang-kadang kuat sekali. Apabila mereka tidak dapat atau tidak mampu menahan dorongan ini, terutama karena ego mereka kurang dewasa maka mudah sekali remaja tersebut terjerumus dalam hubungan seksual. Pada masa remaja, terutama perubahan jasmani menyangkut segi-segi seksual biasa terjadi di antara umur 13-14 tahun. Perubahan-perubahan ini biasanya berjalan sampai umur 20-21 tahun. Oleh karena itu, masa remaja biasanya dianggap terjadi di antara umur 13-21 tahun. Di sini masa-masa kritis dialami oleh remaja. 

Perkembangan remaja secara fisik apat dilihat dari perubahan yang sangat mencolok pada anak wanita dengan melihat pertambahan berat badan terutama disebabkan oleh bertambahnya jaringan pengikat di bawah kulit, terutama pada paha, pantat, lengan atas dan dada. Sedangkan pada anak pria lebih disebabkan oleh makin bertambah kuatnya susunan urat daging. 

Secara psikologis perkembangan remaja meliputi perkembangan intelektual, emosional, dan identitas. Perkembangan intelektual remaja menyebabkan ia mampu memikirkan dirinya sendiri dan hal ini membuat remaja mempunyai ide-ide berlebihan yang disertai dengan teori-teori dan sikap kritis. Perkembangan emosional berhubungan dengan ego atau ke-akuan. Emosional pada remaja tidak tetap, hal ini menyebabkan remaja sering kali rentan pada perkembangan ini. Perkembangan identitas juga menjadi sangat rentan bagi remaja. Berusaha mencari tahu siapa aku ini, apa jadinya aku, mau apa aku dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul di benak remaja. Tidak heran jika banyak remaja yang pada proses pencarian identitas diri mengalami proses perubahan yang cukup cepat. Pada satu sisi mereka ingin diakui, namun di sisi lain mereka belum siap untuk menjadi diri mereka sendiri. 

Berlindung di Balik Seragam Sekolah 

Pada umumnya orang akan mengecam bahkan mengutuk pelacuran itu, namun demikian ada pula yang bersimpati kepada mereka. Kendati banyak yang mengutuknya tidak dapat dipungkiri bahwa pelacuran berseragam sekolah tetap ada. Kartini Kartono dalam bukunya Pathologi Sosial (1981) menuliskan bahwa pelacuran yang sering disebut sebagai prostitusi (dari kata Latin prostituere atau prostauree) adalah membiarkan diri berbuat zinah, melakuan persundalan, percabulan, pergendakan. Selain itu, Bonger dalam Gilbert dan Reinda (1996), menyatakan bahwa prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dengan wanita yang menjual diri dan melakukan perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian. 

Hellen Buckingham seperti dikutif A.N. Krisna (1979), pelacuran adalah hasil langsung dari usaha perekonomian seorang wanita. Pelacuran adalah profesi wanita yang paling purba, di mana untuk pertama kalinya seorang wanita memperoleh penghasilannya, dan hasilnya yang paling langsung lantaran modalnya adalah dagingnya sendiri. 

Dalam majalah Jakarta-Jakarta ditulis, kalau anda menjumpai cewek pelajar menggunakan baju seragam agak tipis, menerawang, maka besar kemungkinan itulah cewek yang anda cari. Kode lain konon adanya tempelen tensoplast pada badge lokasi sekolah yang dijahit pada lengan baju. Namun menurut Gilbert dan Reinda (1996), tanda-tanda inipun seringkali berubah-ubah. Biasanya setelah arti suatu tanda terbongkar luas, mereka membuat tanda rahasia baru. Gilbert dan Reinda menemukan bahwa tahun 1982-1984, tanda yang digunakan adalah tali sepatu yang diikat ke belakang. Tahun 1984-1986, tandanya tensoplast yang ditempel pada tas sekolah dan satu jari (biasanya ibu jari) memakai pewarna kuku. Biasanya juga mereka memakai anting-anting lebih dari satu pada telinga kiri. 

Bahkan lebih garang lagi laporan Majalah Lisptik. Banyak mall di Jakarta yang dipadati pelajar dan baju seragam yang dipakai tampa badge lokasi sekolah, dan "anehnya" mereka tampa menggunakan BH. Konon kata security di sana, mereka bisa diajak kencan. 

Untuk mengetahui jelas memang agak susah. Selintas mereka sama seperti pelajar kebanyakan. Mereka seolah-olah mencari suatu barang di pasar ataupun pusat perbelanjaan. Jika bertemua sesama wanita mereka terlihat biasa saja, namun jika bertemu dengan lawan jenis maka reaksi mereka agak berlebihan bahkan sengaja mencari perhatian, terlebih jika menemui orang yang tampan atau sudah berumur namun necis (biasanya mereka memperhatikan baju, celana, HP, jam tangan, ikat pingggang, dan pena). 

Di pusat perbelanjaan, mereka biasanya berkelompok 2-5 orang. Gaya serta tingkah laku mereka memang sengat dibuat-buat, terlebih jika ada mangsa maka mereka sengaja mencari perhatian. Misalnya bagi mangsa yang berumur dan necis, dengan menanyakan waktu, menanyakan nomor telpon tertentu, dan lainnya. Jika yang seumuran cukup dengan pandangan mata, kedipan, maupun senyuman maka semuanya bisa berlanjut pada pembicaraan. Tidak jarang jika mereka pakai mobil cara-cara yang digunakan misalnya dengan membunyikan klakson pendek sebanyak tiga kali, memainkan lampu, dan melambaikan tangan tanda kenal. Jika si mangsa mengerti maka dapat langsung berlanjut 

Mengenai tempat mangkal pasti, mereka berbeda dengan PSK (Penjaja Seks komersil) kebanyakan. Layaknya pelajar, mereka lebih senang beroperasi di pusat-pusat perbelanjaan, diskotek-diskotek, dan tempat-tempat nongkrong remaja kebanyakan. Bahkan pengelola sebuah diskotek di Jakarta mengaku sengaja memberikan free-pass atau card kepada mereka untuk masuk gratis dengan alasan mereka dapat memancing banyak tamu untuk datang. 

Apa Sebabnya 

Banyak diantara mereka yang merupakan siswa yang masih aktif di sekolah. Di sekolah kelakuan mereka kadang tidak berbeda dengan siswa lainnya. Jika demikian, mengapa mereka berbuat seperti itu ? 

Dr. Ali Akbar mengemukakan beberapa alasan mengapa wanita menjadi pelacur, antara lain : pertama, tekanan ekonomi sehingga terpaksa menjual diri sendiri dengan jalan dan cara yang paling mudah. Kedua, tidak puas dengan apa yang ada, sebab tidak dapat membeli barang-barang yang bagus dan mahal. Ketiga, karena sakit hati akibat telah dinodai kekasihnya dan ditingggalkan begitu saja. Keempat, karena tidak puas dengan kehidupan seksualnya atau hiperseksual. 

Sedangkan Kartini Kartono menyebutkan bahwa salah satu penyebab pelacuran karena pada masa kanak-kanak pernah melakukan hubungan seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan, sekedar menikmati masa indah pada masa muda. Atau sebagai simbol keberanian telah menjalani dunia seks secara nyata. Selanjutya terbiasa melakukan hubungan seks secara bebas dengan banyak pemuda sebaya, kemudian terperosok ke dalam dunia pelacuran. Penyebab lainnya, karena termakan bujuk rayu kaum laki-laki, kehidupan keluarga yang broken home, anak gadis yang memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak hal yang tabu dan peraturan seks, dan ajakan teman-teman yang telah terjun dahulu kedalam dunia pelacuran. 

Proses Penyadaran 

Jika sudah diketahui penyebabnya, apakah kita dapat menghentikan atau menyadarkan mereka. Memberikan pengertian bahwa perbuatan mereka adalah hal yang dilarang tidak saja menurut agama tetapi juga menurut norma sosial yang ada di masyarakat. Namun kadang yang membuat mereka sulit untuk berubah adalah sikap masyarakat itu sendiri. Karena telah menggunakan seragam sekolah untuk kepentingan sendiri, sepertinya masyarakat sangat sulit menerima sadarnya mereka (mungkin itu juga sebagai hukuman). Tapi bagaimanapun juga, sebagai manusia kita patut mendukung dan memberikan kesadaran agar mereka berubah dan mengembalikan seragam sekolah sebagaimana mestinya. 

Pepatah menyebutkan, "lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali". Kiranya patut untuk menjadi bahan pemikiran bagi proses penyadaran mereka. Dewasa ini banyak lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang peduli dengan mereka. Salah satunya adalah Komnas Perlindungan Anak, yang secara konsens membela hak-hak anak dan memberikan konsultasi dan advokasi bagai permasalahan anak. Termasuk diantaranya tentang pelacuran berseragam sekolah. Disaat pemerintah disibukkan dengan berbagai persoalan lain di negeri ini, keberadaan Komnas Perlindungan Anak ini menjadi sangat penting. Patut didukung usaha mereka dalam rangka menyelamatkan generasi bangsa ini. 

Benteng utama adalah orang tua dan keluarga. Disinilah anak bersosialisasi sebelum berinteraksi dengan lingkungannya (masyarakat). Namun belum cukup jika hanya itu, lingkungan ynag sehat dan terbebas dari pelacuran jika menjadi faktor penentu. Terlebih sekolah yang diharapkan mampu memberikan pendidikan bagi kedewasaannya kelak mampu menjalankan fungsinya secara benar maka kita dapat tenang bahwa anak kita terhindar dari pelacuran. 

Orang tua dan Kelurga hendaknya mewaspadai anak jika mempunyai keinginan untuk selalu keluar main dengan temannya tampa alasan yang rasional. Juga jika dikamarnya ditemukan barang-barang mewah ataupun mahal yang tidak kita berikan patut untuk dipertanyakan. Bertanya dengan penuh kasih tampa langsung menuduh yang tidak-tidak. Patut juga ditanya jika si anak pergi sekolah ataupun keluar, ditanya dengan siapa dan rencanya kemana saja. Hal-hal kecil ini setidaknya menjukkan perhatian kita, juga menjadi bahan pencarian jika ada hal-hal yang terjadi di luar kebiasaan. 

Apalah artinya uang saku anak yang banyak tetapi mereka kurang perhatian. Orangtua sibuk dengan urusan masing-masing, si anak sibuk dengan temannya. Tak ada komunikasi yang terjalin secara intens, akhirnya rumah hanya menjadi tempat tidur istirahat malam. 

Menyerahkan anak sepenuhnya kepada sekolah juga bukan tindakan yang tepat. Perlu diingat bahwa intensitas anak di sekolah hanya berlangsung selama 7-8 jam sehari sedangkan sisi waktunya adalah dengan keluarga. Artinya, sekolah tidak dapat menjamin bahwa kelakuan anak anda akan selalu baik. 

Sigmund Freud menyebutkan bahwa titik tolak dari kekerasan yang dilakukan seseorang berasal dari keluarga (termasuk segala bentuk penyimpangan). Karenanya, jadikanlah keluarga anda sebagai keluarga yang menjadi teladan bagi anak-anaknya, semoga.