Berharap Pendidikan Dasar Gratis 100 Persen
07.55 Posted In 1.1. Pendidikan Dasar Edit ThisBerharap Pendidikan Dasar Gratis 100 Persen
09 December 2008
Komitmen pemerintah menggratiskan pendidikan dasar harus diiringi komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi.
Di Indonesia jaminan akses terhadap pendidikan dasar sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945 bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam UU No 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Adalah wajar, bila Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun menjadi impian setiap warga negara Indonesia. Apalagi pendidikan gratis alias tanpa dipungut biaya terus didengung-dengungkan. Namun, pendidikan gratis itu sendiri masih sering disalahartikan.
Interpretasinya pun bermacam-macam. Ada yang mengartikan pendidikan gratis sebagai tidak membayar uang sekolah berikut dengan segala keperluan lainnya seperti buku, seragam, transportasi, dan sebagainya. Ada pula yang mengartikan pendidikan gratis hanya meliputi biaya operasional sekolah saja.
Berdasarkan PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, jenis biaya pendidikan ada tiga, yakni biaya operasional yang merupakan biaya input pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. Atau, biaya yang dikeluarkan berulang-ulang setiap tahunnya meliputi biaya operasional personil dan biaya operasional nonpersonil. Dalam PP itu, pemerintah hanya menanggung biaya operasional sekolah seperti uang sekolah, gaji guru, dan sebagainya. Biaya transportasi siswa dari rumah ke sekolah dan sebagainya masih dibebankan pada orang tua.
Kedua, biaya investasi yang meliputi penyediaan sarana prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap yang penggunaannya lebih dari satu tahun. Ketiga, biaya pribadi yang merupakan biaya pendidikan yang ditanggung oleh orang tua siswa.
Dari ketiga komponen biaya pendidikan tersebut, agaknya cukup sulit untuk mewujudkan pendidikan gratis di Indonesia. Estimasi biaya ideal untuk menggratiskan pendidikan dasar tahun 2009, berdasarkan penelitian pakar pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah, Abbas Ghozali, termasuk bantuan operasional sekolah (BOS) saja dibutuhkan dana sebesar Rp 157.221.278 triliun.
Sementara, dana BOS pada 2009 yang mampu dikucurkan pemerintah untuk SD dan SMP hanya Rp 27,7 triliun. Dengan rincian BOS SD sebesar Rp 12,02 triliun dan BOS SMP sebesar Rp 5,7 triliun.
”Pendidikan dasar gratis tanpa pungutan memang masih sulit diwujudkan. Namun, komitmen menuju perwujudan pendidikan gratis semakin menguat seiring kenaikan anggaran,” ujar Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Dodi Nandika, di sela dialog publik bertajuk ‘Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Tanpa Dipungut Biaya, Mungkinkah?’ di, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pekan lalu.
Menurut Dodi, komitmen pemerintah menggratiskan pendidikan dasar harus diiringi komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi. Pasalnya, persoalan tersebut merupakan masalah bersama. ”Pemerintah pusat dan daerah harus mengalokasikan anggaran yang besar untuk sektor pendidikan,” jelasnya.
Untuk menegaskan komitmen tersebut, Dodi menyatakan, pemerintah telah memasukkan satu pasal dalam UU APBN mengenai tanggung jawab pemerintah daerah untuk ikut menutupi kekurangan biaya operasional pendidikan tersebut. Peran pemerintah daerah tersebut sudah termaktub dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ”Satu pasal dalam UU APBN, sebenarnya merupakan penegasan,” cetusnya.
Disinggung mengenai sanksi bagi daerah yang tidak memenuhi anggaran 20 persen dari APBD, Dodi mengatakan, bisa saja diberikan sanksi pengurangan alokasi bantuan pendanaan dari pusat. ”Bisa juga dari pengurangan program-program pendidikan. Karena ini merupakan amanat UU. Itu respons yang bisa dilakukan pusat jika daerah tak memenuhi amanat tersebut,” tegasnya.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi, menyatakan, pihaknya agak berbeda pendapat dengan pemerintah pusat. Ia mengaku lebih menginginkan pendidikan dasar gratis hanya untuk warga miskin di wilayahnya. Tak hanya bagi siswa SD dan SMP, lanjut dia, tapi juga untuk siswa SMA dan mahasiswa.
Zainul menyatakan, yang dibutuhkan siswa miskin tak hanya bantuan BOS. Tapi juga seragam, transport, dan buku-buku. ”Inilah yang ingin kami penuhi, gratis untuk siswa yang miskin saja,” jelasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR Mujib Rohmat mengatakan, ada tiga komponen yang bertanggung jawab dalam pendidikan, yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Untuk merealisasikan pendidikan gratis dan berkualitas memang masih jauh. ”Namun, pemerintah dan DPR sebenarnya telah berkomitmen mempercepat harapan merealisasikan pendidikan gratis dan bermutu,” ujarnya.
Menurut Mujib, Wajar Dikdas Sembilan Tahun tanpa dipungut biaya selama ini masih dalam wilayah kebijakan politis. Tapi, untuk mencapai wilayah teknis, harus dilakukan pemantauan di masing-masing daerah. ”Ini pekerjaan yang tak mudah dan membutuhkan proses yang relatif panjang,” jelasnya.(R)
Komitmen pemerintah menggratiskan pendidikan dasar harus diiringi komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi.
Di Indonesia jaminan akses terhadap pendidikan dasar sesungguhnya sudah menjadi komitmen antara pemerintah dan masyarakat, seperti yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945 bahwa tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pentingnya keadilan dalam mengakses pendidikan bermutu diperjelas dan diperinci kembali dalam UU No 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Adalah wajar, bila Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) sembilan tahun menjadi impian setiap warga negara Indonesia. Apalagi pendidikan gratis alias tanpa dipungut biaya terus didengung-dengungkan. Namun, pendidikan gratis itu sendiri masih sering disalahartikan.
Interpretasinya pun bermacam-macam. Ada yang mengartikan pendidikan gratis sebagai tidak membayar uang sekolah berikut dengan segala keperluan lainnya seperti buku, seragam, transportasi, dan sebagainya. Ada pula yang mengartikan pendidikan gratis hanya meliputi biaya operasional sekolah saja.
Berdasarkan PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, jenis biaya pendidikan ada tiga, yakni biaya operasional yang merupakan biaya input pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. Atau, biaya yang dikeluarkan berulang-ulang setiap tahunnya meliputi biaya operasional personil dan biaya operasional nonpersonil. Dalam PP itu, pemerintah hanya menanggung biaya operasional sekolah seperti uang sekolah, gaji guru, dan sebagainya. Biaya transportasi siswa dari rumah ke sekolah dan sebagainya masih dibebankan pada orang tua.
Kedua, biaya investasi yang meliputi penyediaan sarana prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap yang penggunaannya lebih dari satu tahun. Ketiga, biaya pribadi yang merupakan biaya pendidikan yang ditanggung oleh orang tua siswa.
Dari ketiga komponen biaya pendidikan tersebut, agaknya cukup sulit untuk mewujudkan pendidikan gratis di Indonesia. Estimasi biaya ideal untuk menggratiskan pendidikan dasar tahun 2009, berdasarkan penelitian pakar pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah, Abbas Ghozali, termasuk bantuan operasional sekolah (BOS) saja dibutuhkan dana sebesar Rp 157.221.278 triliun.
Sementara, dana BOS pada 2009 yang mampu dikucurkan pemerintah untuk SD dan SMP hanya Rp 27,7 triliun. Dengan rincian BOS SD sebesar Rp 12,02 triliun dan BOS SMP sebesar Rp 5,7 triliun.
”Pendidikan dasar gratis tanpa pungutan memang masih sulit diwujudkan. Namun, komitmen menuju perwujudan pendidikan gratis semakin menguat seiring kenaikan anggaran,” ujar Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Dodi Nandika, di sela dialog publik bertajuk ‘Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Tanpa Dipungut Biaya, Mungkinkah?’ di, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pekan lalu.
Menurut Dodi, komitmen pemerintah menggratiskan pendidikan dasar harus diiringi komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi. Pasalnya, persoalan tersebut merupakan masalah bersama. ”Pemerintah pusat dan daerah harus mengalokasikan anggaran yang besar untuk sektor pendidikan,” jelasnya.
Untuk menegaskan komitmen tersebut, Dodi menyatakan, pemerintah telah memasukkan satu pasal dalam UU APBN mengenai tanggung jawab pemerintah daerah untuk ikut menutupi kekurangan biaya operasional pendidikan tersebut. Peran pemerintah daerah tersebut sudah termaktub dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ”Satu pasal dalam UU APBN, sebenarnya merupakan penegasan,” cetusnya.
Disinggung mengenai sanksi bagi daerah yang tidak memenuhi anggaran 20 persen dari APBD, Dodi mengatakan, bisa saja diberikan sanksi pengurangan alokasi bantuan pendanaan dari pusat. ”Bisa juga dari pengurangan program-program pendidikan. Karena ini merupakan amanat UU. Itu respons yang bisa dilakukan pusat jika daerah tak memenuhi amanat tersebut,” tegasnya.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi, menyatakan, pihaknya agak berbeda pendapat dengan pemerintah pusat. Ia mengaku lebih menginginkan pendidikan dasar gratis hanya untuk warga miskin di wilayahnya. Tak hanya bagi siswa SD dan SMP, lanjut dia, tapi juga untuk siswa SMA dan mahasiswa.
Zainul menyatakan, yang dibutuhkan siswa miskin tak hanya bantuan BOS. Tapi juga seragam, transport, dan buku-buku. ”Inilah yang ingin kami penuhi, gratis untuk siswa yang miskin saja,” jelasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR Mujib Rohmat mengatakan, ada tiga komponen yang bertanggung jawab dalam pendidikan, yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Untuk merealisasikan pendidikan gratis dan berkualitas memang masih jauh. ”Namun, pemerintah dan DPR sebenarnya telah berkomitmen mempercepat harapan merealisasikan pendidikan gratis dan bermutu,” ujarnya.
Menurut Mujib, Wajar Dikdas Sembilan Tahun tanpa dipungut biaya selama ini masih dalam wilayah kebijakan politis. Tapi, untuk mencapai wilayah teknis, harus dilakukan pemantauan di masing-masing daerah. ”Ini pekerjaan yang tak mudah dan membutuhkan proses yang relatif panjang,” jelasnya.(R)