DAMPAK PERILAKU RELIGIUS DALAM PEMBENTUKAN ETIKA SISWA

07.16 Posted In Edit This
DAMPAK PERILAKU RELIGIUS DALAM PEMBENTUKAN ETIKA SISWA


A. Latar Belakang

Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik orang, merampas, menipu, mencari bocoran soal ujian, perjudian, pelacuran, pembunuhan, dan lain-lain sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana, karena sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar dan mahasiswa.

Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sebenarnya paling besar memberi kontribusi terhadap situasi seperti ini. Masalah moral yang terjadi pada siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama namun juga menjadi tanggung jawab seluruh pendidik.

Apalagi jika komunitas suatu sekolah terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan ras. Berbagai konflik akan dengan mudah bermunculan. Jika kondisi semacam ini tidak di atasi maka akan timbul konflik-konflik yang lebih besar. Akibatnya masalah moral, etika akan terabaikan begitu saja.

Padahal tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Manusia yang mempunyai kepribadian, beretika, bermoral, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian tujuan pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya seperti yang disarikan dari UU No 20. tahun 2003, bab II, pasal 3, bahwa manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab belum terwujud.

Untuk itu perlu ditanamkan sikap jujur, saling menghargai, bertoleransi dalam diri setiap siswa, karena sikap ini mempunyai dampak luas bagi kehidupan orang lain dalam masyarakat dan negara. Dampak yang luas dan serius ini dapat dirasakan sejak Juli 1997 hingga sekarang. Krisis yang berkepanjangan tersebut tidak hanya krisis moneter dan ekonomi saja, tetapi sudah menjadi krisis multidimensi, yaitu menyentuh banyak bidang, termasuk krisis kepemimpinan, kepercayaan, dan moral (Indah dkk, 2003:14). Sikap jujur, bertoleransi, berdisiplin akan menjadi budaya masyarakat bangsa apabila perilaku religius menjadi kebiasaan sehari-hari. Perilaku religius akan mendekatkan insan manusia terhadap Tuhannya sehingga dapat meningkatkan iman dan takwa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang dapat dilakukan sebagai pendidik pada anak didiknya dalam membiasakan berperilaku religius?

2. Dampak apa sajakah dari perilaku religius yang tampak dalam pembentukan etika siswa?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan penyusunan makalah

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:

a. Mendeskripsikan tindakan pendidik dalam menumbuhkan kebiasaan berperilaku religius.

b. Mendeskripsikan dampak perilaku religisu dalam pembentukan etika siswa.

2. Manfaat penyusunan makalah

Penyusunan makalah ini bermanfaat secara:

a. Teoretis, untuk mengkaji kebiasaan perilaku religius di sekolah dasar dalam menumbuhkan etika bagi peserta didik.

b. Praktis, bermanfaat bagi:
(1) para pendidik agar pendidik dapat menanamkan perilaku religius dalam membentuk etika peserta didik
(2) dosen, untuk mempersiapkan para pendidik agar memahami tentang pembiasaan perilaku di sekolah dasar yang dapat membentuk etika peserta didik.
(3) mahasiswa agar memahami tentang pembiasaan perilaku di sekolah dasar yang dapat membentuk etika peserta didik.

II. PEMBAHASAN

A. Perilaku Religius

Perilaku religius merupakan perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Perilaku religius merupakan usaha manusia dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya. Religiositas merupakan sikap batin seseorang berhadapan dengan realitas kehidupan luar dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sebaginya (Indah dkk, 2003:17). Sebagai orang yang ber- Tuhan kekuatan itu diyakini sebagai kekuatan Tuhan. Kekuatan tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan hidup seseorang apabila ia mampu menemukan maknanya. Orang mampu menemukannya apabila ia berani merenung dan merefleksikannya.

Melalui refleksi pengalaman hidup memungkinkan seseorang menyadari memahami, dan menerima keterbatasan dirinya sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan sang pemberi hidup, hormat kepada sesama dan lingkungan alam. Untuk dapat menumbuhkan nilai-nilai religius seperti ini tidaklah mudah.

Pembelajaran moral yang dapat dilakukan menggunakan model terintegrasi dan model di luar pengajaran. Hal ini memerlukan kerjasama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan pihak-pihak luar yang terkait.

Nilai-nilai religiositas ini dapat diajarkan kepada siswa melalui beberapa kegiatan yang sifatnya religius. Kegiatan religius akan membawa siswa pada pembiasaan berperilaku religius. Perilaku religius akan menuntun siswa untuk bertindak sesuai moral dan etika.

Antara moral dan etika sebenarnya tidak sama. Moral adalah hal yang mengatakan bagaimana kita hidup. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik (Suseno, 2000:14-17)

Moral dan etika dapat dipupuk dengan kegiatan religius seperti yang sudah dilakukan di SD Anjasmoro 01-02, Semarang. Kegiatan religius yang dapat diajarkan kepada siswa di sekolah tersebut yang dapat dijadikan sebagai pembiasaan, diantaranya:
(1) berdoa atau bersyukur,
(2) melaksanakan kegiatan di mushola
(3) merayakan hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya,
(4) mengadakan kegiatan keagamaan sesuai dengan agamanya.

Berdoa merupakan ungkapan syukur secara langsung kepada Tuhan. Ungkapan syukur dapat pula diwujudkan dalam relasi seseorang dengan sesama, yaitu dengan membangun persaudaraan tanpa dibatasi oleh suku, ras, dan golongan. Kerelaan memberikan ucapan selamat hari raya kepada teman yang tidak seiman merupakan bentuk-bentuk penghormatan kepada sesama yang dapat dikembangkan sejak anak usia sekolah dasar. Ungkapan syukur terhadap lingkungan alam misalnya menyiram tanaman, membuang sampah pada tempatnya, dan memperlakukan binatang dengan baik.

Berbagai kegiatan di mushola sekolah juga dapat dijadikan pembiasaan untuk menumbuhkan perilaku religius. Kegiatan tersebut di antaranya salat dzuhur berjamaah setiap hari, sebagai tempat untuk mengikuti kegiatan belajar baca tulis Al Quran, dan salat Jumat berjamaah. Pesan moral yang didapat dalam kegiatan tersebut dapat menjadi bekal bagi siswa untuk berperilaku sesuai moral dan etika.

Kegiatan lain yang dapat membentuk moral dan etika dari perilaku religius yaitu merayakan hari besar sesuai dengan agamanya. Untuk yang beragama Islam momen-momen hari raya Idul Adha, Isra Mikraj, Idul Fitri dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan iman dan takwa. Begitu juga bagi yang beragama Nasrani, perayaan Natal dan Paskah akan dapat dijadikan momen penting untuk menuntun siswa agar bermoral dan beretika.

Sekolah juga dapat menyelenggarakan kegiatan keagamaan lainnya diwaktu yang sama untuk agama yang berbeda, misalnya kegiatan pesantren kilat bagi yang beragama Islam dan kegiatan rohani lain bagi yang beragama Nasrani maupun Hindu. Kegiatan religius lainnya dapat juga ditumbuhkan melalui kegiatan berkemah. Kemah religius misalnya dengan menghadirkan dai cilik bagi yang beragama Islam dan mendatangkan buder bagi yang beragama Nasrani.

Dengan demikian akan tumbuh toleransi beragama, saling menghargai perbedaan, sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis, tentram dan damai. Siswa akan merasakan indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Mereka akan merasa bahwa semua adalah saudara yang perlu dihormati, dihargai, dikasihi, dan disayangi seperti keluarga sendiri.

B. Dampak Perilaku Religius dalam Menumbuhkan Etika

Pembiasaan berperilaku religius di sekolah ternyata mampu mengantarkan anak didik untuk berbuat yang sesuai dengan etika. Dampak dari pembiasaan perilaku religius tersebut berpengaruh pada tiga hal yaitu: (1) Pikiran, siswa mulai belajar berpikir positif (positif thinking). Hal ini dapat dilihat dari perilaku mereka untuk selalu mau mengakui kesalahan sendiri dan mau memaafkan orang lain. Siswa juga mulai menghilangkan prasangka buruk terhadap orang lain. Mereka selalu terbuka dan mau bekerjasama dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan agama, suku, dan ras.

(2) Ucapan, perilaku yang sesuai dengan etika adalah tutur kata siswa yang sopan, misalnya mengucapkan salam kepada guru atau tamu yang datang, mengucapkan terima kasih jika diberi sesuatu, meminta maaf jika melakukan kesalahan, berkata jujur, dan sebagainya. Hal sekecil ini jika dibiasakan sejak kecil akan menumbuhkan sikap positif. Sikap tersebut misalnya menghargai pendapat orang lain, jujur dalam bertutur kata dan bertingkah laku.

(3) Tingkah laku, tingkah laku yang terbentuk dari perilaku religius tentunya tingkah laku yang benar, yang sesuai dengan etika. Tingkah laku tersebut di antaranya empati, hormat, kasih sayang, dan kebersamaan.

Jika siswa sudah terbiasa hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kebiasaan religius, kebiasaan-kebiasaan itu pun akan melekat dalam dirinya dan diterapkan di mana pun mereka berada. Begitu juga sikapnya dalam berucap, berpikir dan bertingkah laku akan selalu didasarkan norma agama, moral dan etika yang berlaku. Jika hal ini diterapkan di semua sekolah niscaya akan terbentuk generasi-generasi muda yang handal, bermoral, dan beretika.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Dari pembahasan tentang menumbuhkan etika melalui perilaku religius di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

a. Kegiatan religius di sekolah seperti:
(1) berdoa atau bersyukur,
(2) melaksanakan kegiatan di mushola
(3) merayakan hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya,
(4) mengadakan kegiatan keagamaan sesuai dengan agamanya akan membiasakan perilaku religius. Perilaku religius tersebut dapat menuntun siswa untuk bertingkah laku sesuai etika.